Perdagangan bebas ancam
ekonomi nasional
Era perdagangan bebas berpotensi mengancam kelangsungan hidup
perekonomian Indonesia sehingga harus disikapi secara hati – hati oleh
pemerintah. Indonesia harusnya membuka pintu bagi pasar bebas ketika pondasi industri
dalam negri sudah kokoh dan siap bertarung secara global seperti yang dilakukan
oleh jepang dan amerika serikat.
Doctor termuda bidang hokum perdagangan internasional dari
fakultas hukum UI, Arlawan Gunadi. Mengungkapkan di era globalisasi dan dunia
tanpa batas / borderless dewasa ini, Indonesia tidak bisa menghindari
perjanjian perdagangan bebas, baik bilateral, regional, maupun multibilateral.
Sayangnya, Indonesia belum mendapat benefit dari perjanjian tersebut khususnya
dalam lingkup ASEAN – China Free Trade Agreement ( ACFTA ) yang berlangsung
sejak 1 januari 2010.
Awalnya perjanjian perdagangan bebas diharapkan mampu
menyejahterakan rakyat. namun, yang terjadi malah sebaliknya, merugikan
Indonesia. Perdagangan bebas, malah menyuburkan pemutusan hubungan kerja (PHK)
dan mempersempit lapangan kerja karena banyak industri kecil gulung tikar
akibat kalah bersaing di pasar local dengan industri asing. Akibatnya, pekerja
yang kehilangan mata pencaharian 7,5 juta jiwa. Itu berarti, angka pengangguran
terbuka mencapai sekitar 8,9 juta. Bahkan akan membengkak menjadi 17,8 juta
orang.
Membanjirnya produk luar negri di pasar domestik, seperti
barang murah dari China, secara tidak langsung menghancurkan produk dalam
negeri. Kehancuran industri lokal itu
disebabkan pemerintah menerima secara mentah mentah ACFTA meski industri
manufaktur domestic masih lemah. Padahal, China maupun AS baru membuka pasarnya
ketika industri manufaktur sudah kuat. Merekapun melakukan law policy, yaitu
memproteksi produk dalam negeri selama beberapa dekade. Setelah industri dalam
negeri stabil, baru membuka pasar bagi Negara lain.
Terkait dengan kebijakan itu, Indonesia bisa belajar dari
Australia dan Belanda. Kedua Negara tersebut baru menerima perdagangan bebas
setelah melakukan kajian khusus selama bertahun-tahun dan melibatkan
partisipasi masyarakat . sementara di Indonesia, penandatanganan ACFTA tidak
melibatkan masyarakat, tahu-tahu barang-barang China sudah membanjiri pasar
lokal.
Seperti dikabarkan,
agenda perdagangan bebas yang diusung Negara maju pada hakikatnya adalah
penindasan. Indonesia yang dituntut menghapuskan subsidi bagi petani dipaksa
bertarung dengan Negara maju yang menyubsidi penuh petaninya.
“Perdagangan bebas merupakan upaya barat untuk menjadikan Indonesia sebagai importir pangan
terbesar di dunia dengan nilai impor sekitar 12 miliar dollar setahun.” Ungkap
peneliti pada pusat studi ekonomi kerakyatan UGM, Awan Sentosa.
Karena itu,awan mendesak pemerintah untuk tidak menuruti
agenda perdagangan bebas yang mengharuskan penghapusan subsidi bagi petani.
Pasalnya,Negara maju mengusung agenda itu justru menerapkan subsidi yang
signifikan untuk membantu petani agar bisa bersaing di Negara lain.
Proteksi
pasar
Ariawan Gunadi yang
menyelesaikan desertasi dokter di UI berjudul “perjanjian perdagangan bebas
dalam era liberallisasi pedagangan : studi mengenai ASEAN – China free trade
agereement (ACFTA) yang diiikuti oleh
Indonesia itu menyatakan agar tidak tergilas cina , Indonesia harus mampu
meningkatkan daya saing . dalam mendukung industri dalam negri , pemerintah
harus memperbaiki infrastruktur dan membuat kebijakan yang melindungi produk
dalam negri. Pola seperti itu,di ungkap dia , dalam dilakukan Malaysia . Negara
jiran itu menyadari kehadiran barang cina akan mengancam kelangsungan industri
lokal.
Upaya lain, imbuh aryawan , melakukan perjanjian ulang dengan
cina,meminta Negara itu secara suka rela membatasi expor ke Indonesia .pola
seperti itu pernah dilakukan AS terhadap china dan berhasil. Dengan cara itu , diharapkan
terjadi keseimbangan perdagangan antara Indonesia dan china.
“caranya , pemerintah mengajak anggota ASEAN yang tergabung
dalam ACFTA , seperti Thailand , Filiphina , Malaysia , brunei Darussalam , dan
singapura, agar mau melakukan negoisasi ulang dengan china . “ ujar ariawan
Dampak dari perdagangan bebas antara
Indonesia dan China
Bagi Negara republik Indonesia, perdagangan bebas ASEAN
dengan china ini memberikan dampak positif dan negative bagi perekonnomian.
·
Dampak
positif
Terbukanya peluang
Indonesia untuk meningkatkan perekonomiannya melalui pemanfaatan peluang pasar
yang ada, dimana produk – produk dari Indonesia dapat dipasarkan secara lebih
luas Negara – Negara ASEAN dan China. China yang memiliki wilayah yang luas,
jumlah penduduk yang banyak, serta pertumbuhan ekonomi yang pesat menjadi pasar
yang potensial untuk mengekspor produk – produk unggulan dari Indonesia
kenegara tersebut dengan mengalirnya produk – produl Indonesia kenegara luar.
Maka kegiatan industri di Indonesia menjadi meningkat, sehingga dapat
meningkatkan pendapatan Negara Indonesia.
·
Dampak
negatif
Perekonomian
China yang begitu kuat, terfokus pada eksport menjadi tantangan bagi Indonesia.
Ditambah lagi pemerintah China yang mendukung penuh perdagangan masyarakatnya
telah mampu untuk menghasilkan produk yang berkualitas, produk yang berfariasi,
teknologi yang maju serta harga yang relative murah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar